ABSTRAKSI
Era reformasi yang bergulir di Indonesia pada akhir tahun 90 an telah membawa perubahan dalam aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam penyelenggaraan pemerintahan lahir Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi kewenangan lebih besar kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya berdasar asas otonomi. Selaras dengan perkembangan tersebut semakin mengedepan pula tuntutan untuk mewujudkan good governance dengan nilai-nilai transparansi, responsivitas, profesionalisme serta akuntabilitas.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu administrasi negara, dalam era 80 an telah muncul pikiran-pikiran yang mencoba mengoreksi kinerja birokrasi. Sejumlah hal negatif dialamatkan kepada birokrasi publik yang antara lain diindikasikan sebagai : lamban, berbelit-belit (red tape), rigid, in efisien, arogan, dan lain-lain.
Tesis ini mencoba melihat gambaran birokrasi publik di Daerah tingkat II sebagai wilayah dimana titik berat otonomi diletakkan, terutama setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, serta kemudian melihat kemungkinan penerapan model-model New Public Management (NPM) yang dirumuskan oleh para teoritisi antara lain seperti yang dikemukakan oleh Ewan Ferlie, dkk.
Selanjutnya dengan mengadopsi pemikiran Mc Kinsey dan Djamaluddin Ancok (Ancok, 1999) maka hal-hal yang dipetakan berkenaan dengan Birokrasi publik meliputi : Kultur, struktur, pembangunan Sumber Daya birokrat (Manusia ), dan Kepemimpinan. Kemudian dilakukan pembahasan terhadap realita birokrasi publik dan pembaharuan yang dilakukan kearah model NPM yang pada dasarnya didorong oleh keinginan untuk mewujudkan : efisiensi, perampingan dan desentralisasi, budaya dan penyempurnaan organisasi (organizational development), serta peningkatan kualitas pelayanan publik yang dapat dikategorisasikan atas model-model NPM 1, 2, 3, dan 4.
Dari pengamatan yang dilakukan ternyata bahwa birokrasi di Daerah tingkat II Kutai Kartanegara belum menampilkan model-model NPM secara utuh menurut kategorisasi yang dikemukakan oleh para penulis NPM. Namun demikian secara parsial telah nampak nilai-nilai yang menunjukkan upaya untuk makin menyempurnakan birokrasi publik seperti : keterbukaan, demokratisasi efisiensi, komunikasi dua arah serta orientasi kepada kepentingan publik, sesuai dengan nilai NPM.
Penyempurnaan birokrasi publik kearah model NPM adalah hal yang mungkin karena adanya faktor pendukung seperti : adanya kemauan politik, wewenang yang lebih besar pada pemerintah Daerah, tersedianya anggaran, serta dukungan dari para pihak yang terkait (stake holders). Untuk itu kepada pemerintah Daerah Tingkat II Kutai Kartanegara disarankan untuk terus melanjutkan pembaharuan yang meliputi :
1. Membangun kultur organisasi kearah efisiensi, efektifitas, transparansi, profesional, dan berorientasi pelanggan yang diawali oleh manajemen puncak (strategic apex).
2. Struktur organisasi harus menjamin fleksibilitas dan kecepatan dalam pengambilan keputusan dengan pendelegasian wewenang yang memadai kepada staf (middle line) maupun para pelaksana (operating core).
3. Pembangunan sumber daya birokrat (manusia) diarahkan kepada terwujudnya merit system dan keterbukaan sejak proses rekrutmen sampai mutasi dan promosi dengan dukungan sistem diklat yang mampu melahirkan tenaga-tenaga profesional.
4. Kepemimpinan yang demokratis dan transformasional secara bertahap harus diupayakan pada semua level.
http://lubmazresearach.wordpress.com
Cell Phone 081273221213