Kepariwisataan adalah sejumlah fenomena dan hubungan yang terjadi karena adanya perjalanan orang-orang ke suatu tempat tinggal mereka, asalkan mereka tidak menetap dan tidak untuk bekerja dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan atau nafkah (Krap dalam dalam Soin, 2012:27).
Kepariwisataan adalah perjalanan yang dilakukan untuk sementara yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud dan tujuan bukan untuk mencari nafkah di tempat yang di kunjungi tetapi semata-mata menikmati perjalanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan/keinginan yang bermacam-macam (Yoeti, 1996:21).
Kegiatan kepariwisataan adalah kegiatan yang mengutamakan pelayanan dengan berorientasi pada kepuasan wisatawan, pengusaha di bidang pariwisata, pemerintah dan masyarakat. Sebagai salah satu aktifitas fisik dan psikis manusia, pariwisata didefinisikan oleh banyak ahli dengan definisi yang tidak terlalu jauh berbeda. Berdasarkan pasal 1 angka 3 Undang-undang No.9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan jo Pasal 1 angka 3 PP No.67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisatan Republik Indonesia serta pasal 1 huruf f Perda Propinsi Bali No.3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, kata pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
Kepariwisataan merupakan bagian dari fenomena sosial, ekonomi, psikologi, geografi dan budaya. Aspek sosial Kepariwisataan adalah kebutuhan dasar manusia untuk menjalin hubungan dengan orang lain, sedangkan aspek ekonomi adalah Kepariwisataan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, pemerintah setempat, pedagang kecil dan lain sebagainya. Berdasarkan aspek psikologi Kepariwisataan menjadi sarana untuk memulihkan kesehatan moral seseorang, sedangkan dari segi geografis, Kepariwisataan merupakan fenomena geografi artinya penampakan geografis yang khusus akan menjadi daya tarik bagi wisatawan, Aspek budaya Kepariwisataan memberikan daya tarik kepada wisatawan sehinga termotivasi dan berkeinginan untuk melihat dan mengenal suatu kebudayan bangsa lain (Karyono, 1997 dalam Soin, 2012:32).
Jenis-Jenis Kepariwisataan
Menurut Pendit (1994) Kepariwisataan dapat dibedakan menurut motif wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Jenis-jenis Kepariwisataan tersebut adalah sebagai berikut:
- Wisata Budaya,
Perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka. Seiring perjalanan serupa ini disatukan dengan kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti eksposisi seni (seni tari, seni drama, seni musik, dan seni suara), atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya.
- Wisata Maritim atau Bahari
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga di air, lebih-lebih di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, melihat-lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di daerah atau negara maritim. Jenis ini disebut pula wisata tirta.
- Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)
Untuk jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang-undang. Wisata cagar alam ini banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa serta pepohonan kembang beraneka warna yang memang mendapat perlindungan dari pemerintah dan masyarakat. Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain.
- Wisata Konvensi
Yang dekat dengan wisata jenis politik. Berbagai negara pada dewasa ini membangun wisata konvensi ini dengan menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan-ruangan tempat bersidang bagi para peserta suatu konfrensi, musyawarah, konvensi atau pertemuan lainnya baik yang bersifat nasional maupun internasioanal.
- Wisata Pertanian (Agrowisata)
Sebagai halnya wisata industri, wisata pertanian ini adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat-lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan berbagai jenis sayur-mayur dan palawija di sekitar perkebunan yang dikunjungi.
- Wisata Buru
Jenis ini banyak dilakukan di negeri-negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan. Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari buru ke daerah atau hutan yang telah di tetapkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan.
- Wisata Ziarah
Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh peroroangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar atau pemimpin yang di agungkan, ke bukit atau gunung yang di anggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata sejarah ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah dan kekayaan melimpah.
Perencanaan Kepariwisataan
Perencanaan kepariwisataan, tidak hanya berkepentingan dengan wisatawan, melainkan juga melibatkan kepentingan masyarakat setempat (local), daerah (regional) maupun nasional pada umumnya di negara yang bersangkutan. Oleh karena itu pengembangan kepariwisataan harus digarap bukan hanya dalam hal penyediaan hotel dan kegiatan promosi semata, melainkan juga segi-segi lainnya yang menjadi “kebutuhan hidup” wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara (Suwantoro (2004).
Untuk menyusun rencana pengembangan kepariwisataan perlu terlebih dahulu mengenali sistem kepariwisataan itu melalui tiga sub-sistem sebagai berikut: (Suwantoro (2004).
- Sisi Penyelenggara (Kelembagaan) atau Organizations,yang terdiri dari:
- Pemerintahselaku penentu, pengatur, pembina dan penyelenggara kebijakan umum (public policy) yang memberikan jasa/layanan kebutuhan umum (public services), termasuk layanan keperluan penyelenggaraan pariwisata a.l. pelayanan informasi pariwisata;
- Penyelenggara Usaha Pariwisata, yang menyediakan jasa/ layanan khusus kebutuhan wisatawan (traveller– orang yang bepergian atau berada dalam perjalanan) termasuk layanan informasi perjalanan;
- Masyarakat pada umumnya, berupa sikap dan perilaku masyarakat, termasuk para pengusaha barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara umum, dalam menerima dan melayani wisatawan, termasuk juga layanan informasi umum;
- Sisi Supply (Penawaran) atau Tourism Resources bisa dibagi ke dalam tiga kelompok besar sbb:
- Kelompok Atraksi, baik yang berupa Atraksi Alam, Budaya maupun Karya Manusia, yang terdiri dari Site Attraction(Obyek Wisata) yang pada dasarnya bersifat statis dan “tangible” dan Event Attraction (Peristiwa Wisata) bersifat dinamis (tidak terikat tempat) dan “intangible“;
- Kelompok Aksesibilitas, yang tercermin dalam berbagai fasilitas antara lain angkutan (darat, laut, udara, danau, sungai), izin-izin berkunjung (kebijakan visa, izin masuk daerah yang dilindungi – protected area– seperti suaka alam, suaka margasatwa, suaka budaya, situs sejarah, … dll.)
- Kelompok Akomodasi, yang menawarkan tempat berteduh, tempat tinggal, sarana konferensi dan pameran, sarana ibadah, sarana hidangan (restoran, cafe, bar) … dan sejenisnya.
- Sisi Demand (Permintaan) atau Tourism Markets. Sisi permintaan ini bisa dikelompokkan ke dalam berbagai kategori:
- Wisatawan nusantara (wisnus)– yang terbagi lagi menjadi berbagai sub-kategori, kunjungan sehari dalam radius 90km dan dalam radius 90-200km; dalam transit (lewat dalam perjalanan ke tujuan lain); menginap 1-2 malam; menginap lebih dari 2 malam … dst.;
- Wisatawan mancanegara (wisman) – sama halnya dengan wisnus, wisman dapat terbagi lagi menjadi sub-kategori;
- Di samping lamanya kunjungan dan jauhnya jarak perjalanan, juga dibagi atas dasar lokasi geografi – Negara asal (tempat tinggal) danKebangsaannya;
- Motivasi (maksud kunjungan) merupakan salah satu indikasi mengenai produk yang diinginkan wisatawan, seperti pesiar dengan motivasi alam, budaya, kesehatan, kunjungan keluarga, keagamaan; bisnis, konferensi, penelitian, studi (belajar), kunjungan resmi (kenegaraan), … dsb.;
- Kelompok demografis, – laki-laki, perempuan, kelompok usia, kelompok pekerjaan / profesi, kelompok penghasilan … dsb.
- Kelompok Psychografis – gaya hidup, yang a.l. merinci status dalam masyarakat, pandangan hidup, selera … dsb.;
Strategi Kepariwisataan
Menurut Suwantoro (2004), upaya pengembangan Kepariwisataan yang dilihat dari kebijaksanaan dalam pengembangan wisata alam, dari segi ekonomi pariwista alam akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Memang Kepariwisataan alam membutuhkan investasi yang relatif lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarananya. Untuk itu diperlukan evaluasi yang teliti terhadap kegiatan Kepariwisataan alam tersebut. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Kepariwisataan alam yang berbentuk ekoturisme belum berhasil berperan sebagai alat konservasi alam maupun untuk mengembangkan perekonomian. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya mendapatkan dana pengembangan kegiatannya. Pengelolaan kawasan wisata alam banyak menggunakan dana dari pendapatan Kepariwisataan dari pengunjung sebagai mekanisme pengembalian biaya pengelolaan dan pelestarian kegiatan Kepariwisataan alam belum tercapai secara optimal.
Pengembangan Kepariwisataan itu sendiri menurut Selo Soemardjan (dalam Spilane, 1987:99) menyatakan pengembangan Kepariwisataan merupakan pengembangan yang berencana secara menyeluruh, sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat, baik dalam segi ekonomi, sosial, dan kultural. Perencanaan tersebut hendaknya harus mengintegrasikan pengembangan Kepariwisataan ke suatu program pembangunan ekonomi dan fisik dan sosial dan suatu negara serta memberikan kerangka kerja kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong dan mengendalikan perkembangan Kepariwisataan. Sedangkan menurut Kaiser dan Charles (dalam Spillane, 1987:83) pengembangan Kepariwisataan adalah suatu proses pembangunan, dan juga disebutkan bahwa keberhasilan pembangunan Kepariwisataan dapat dilihat dari ekonomi, lingkungan, pengkayaan sosial dan budaya, serta devisa.
Dalam pengertian Kepariwisataan terdapat beberapa faktor penting yang menjadi ciri dari Kepariwisataan (Yoeti, 1996:54) yaitu:
- Perjalanan itu dilakukan untuk sementara waktu.
- Perjalanan itu dilakukan dari satu tempat ke tempat lain.
- Perjalanan itu walau apapun bentuknya harus selalu dikaitkan dengan bertamasya atau rekreasi.
- Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya dan semata-mata sebagai konsumen di tempat itu.
Menurut Sujali (dalam Arius, 2012:34) Potensi Kepariwisataan adalah kemampuan dalam suatu wilayah yang mungkin dapat dimanfatkan untuk pembangunan, mencakup alam dan manusia serta hasil karya manusia itu sendiri.
Potensi Kepariwisataan merupakan hasil atau kekayan yang berada di suatu tempat baik potensi yang terdapat pada manusia,atau lingkungan alamnya serta hasil karyamanusia itu sendiri Amdani (dalam Arius, 2012:36). Pengembangan Kepariwisataan adalah segala kegiatan dan usaha yang terkordinasi untuk menarik wisatawan, menyediakan semua sarana dan prasarana, barang dan jasa fasiltas yang diperlukan, guna melayani kebutuhan wisatawan (Reshinta dalam Arius, 2012:34).
Potensi Internal Objek Wisata adalah potensi wisata yang dimilki objek itu sendiri yang meliputi komponen kondisi fisik objek, kualitas objek, dan dukungan bagi pengembangan. Potensi Eksternal Objek Wisata adalah potensi wisata yang mendukung pengembangan suatu obejek wisata yang terdiri dari aksesibiltas, fasiltas penunjang, dan fasiltas pelengkap (Amdani dalam Arius, 2012:36).
Menurut Sujali (dalam Arius, 2012:34) Potensi Kepariwisataan adalah kemampuan dalam suatu wilayah yang mungkin dapat dimanfatkan untuk pembangunan, mencakup alam dan manusia serta hasil karya manusia itu sendiri.
Potensi Kepariwisataan merupakan hasil atau kekayan yang berada di suatu tempat baik potensi yang terdapat pada manusia,atau lingkungan alamnya serta hasil karyamanusia itu sendiri Amdani (dalam Arius, 2012:36). Pengembangan Kepariwisataan adalah segala kegiatan dan usaha yang terkordinasi untuk menarik wisatawan, menyediakan semua sarana dan prasarana, barang dan jasa fasiltas yang diperlukan, guna melayani kebutuhan wisatawan (Reshinta dalam Arius, 2012:34).
Potensi Internal Objek Wisata adalah potensi wisata yang dimilki objek itu sendiri yang meliputi komponen kondisi fisik objek, kualitas objek, dan dukungan bagi pengembangan. Potensi Eksternal Objek Wisata adalah potensi wisata yang mendukung pengembangan suatu obejek wisata yang terdiri dari aksesibiltas, fasiltas penunjang, dan fasiltas pelengkap (Amdani dalam Arius, 2012:36).
Kelayakan Kepariwisataan
Pembangunan suatu objek wisata harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang memiliki objek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan pengembangan yang meliputi berbagai kelayakan: (Manuferta, 2001 dalam Soin, 2012:35).
- Kelayakan Finansial
Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara komersial dari pembangunan objek wisata tersebut. Perkiraan untung-rugi sudah harus diperkirakan dari awal. Berapa tenggang waktu yang dibutuhkan untuk kembali modal pun sudah harus diramalkan.
- Kelayakan Sosial Ekonomi Regional
Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memiliki dampak sosial ekonomi secara regional, dapat menciptakan lapangan kerja/berusaha, dapat meningkatkan penerimaan devisa, dapat meningkatkan penerimaan pada sektor yang lain seperti pajak, perindustrian, perdagangan, pertanian dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan dengan hal ini pertimbangan tidak semata-mata komersial saja tetapi juga memperhatikan dampaknya secara lebih luas. Sebagai contoh, pembangunan kembali candi Borobudur tidak semata-mata mempertimbangkan soal pengembalian modal pembangunan candi melalui uang retribusi masuk candi, melainkan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkannya, seperti jasa transportasi, jasa akomodasi, jasa restoran, industri kerajinan, pajak dan sebagainya.
- Kelayakan Teknis
Pembangunan objek wisata harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dengan melihat daya dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk membangun suatu objek wisata apabila daya dukung objek wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata tersebut membahayakan keselamatan para wisatawan.
- Kelayakan Lingkungan
Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan pembangunan suatu objek wisata. Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya lingkungan harus dihentikan pembangunannya. Pembangunan objek wisata bukanlah untuk merusak lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia dan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan, keselarasan dan keserasian hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan alam dan manusia dengan Tuhannya.
- Prasarana Wisata
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan kondisi objek wisata yang bersangkutan.
Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesibilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan, barbier, dan sebagainya (Manuferta, 2001 dalam Soin, 2012:37).
Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlukan koordinasi yang mantap antara instansi terkait bersama dengan instansi Kepariwisataan di berbagai tingkat. Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi pengembangan Kepariwisataan di daerah. Koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya pembangunan Kepariwisataan. Dalam pembangunan prasarana Kepariwisataan pemerintah lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia antara daerah, dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat (Manuferta, 2001 dalam Soin, 2012:31).
- Sarana Wisata
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan tuntunan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tak semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.
Sarana wisata kuantitatif menunjukkan pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standart wisata yang baku, baik secara nasional dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan disediakannya.
- Tata Laksana / Inftrastruktur
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah dan di bawah tanah seperti:
- Sistem pengairan, distribusi air bersih, sistem pembuangan air limbah yang membantu sarana perhotelan/restoran.
- Sumber listrik dan energi serta jaringan distribusikannya yang merupakan bagian vital bagi terselenggaranya penyediaan sarana wisata yang memadai.
- Sistem jalur angkutan dan terminal yang memadai dan lancar akan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata.
- Sistem komunikasi yang memudahkan para wisatawan untuk mendapatkan informasi maupun mengirimkan informasi secara cepat dan tepat.
- Sistem keamanan atau pengawasan yang memberikan kemudahan di berbagai sektor bagi para wisatawan. Keamanan diterminal, di perjalanan, dan di objek-objek wisata, di pusat-pusat perbelanjaan, akan meningkatkan daya tarik suatu objek wisata maupun daerah tujuan wisata. Di sini perlu ada kerjasama yang mantap antara petugas keamanan, baik swasta maupun pemerintah, karena dengan banyaknya orang di daerah tujuan wisata dan mobilitas manusia yang begitu cepat membutuhkan sistem keamanan yang ketat dengan para petugas yang selalu siap setiap Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
- Masyarakat/ Lingkungan
Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wisatawan (Manuferta, 2001 dalam Soin, 2012:31).
- Masyarakat
Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada masyarakat. Salah satunya adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka akan memperoleh keuntungan dari para wisatawan yang membelanjakan uangnya. Para wisatawan pun akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.
- Lingkungan
Di samping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan alam di sekitar objek wisata pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar. Lalu lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem fauna dan flora di sekitar objek wisata. Oleh sebab itu perlu adanya upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu objek wisata.
- Budaya
Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini pun kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang mengesankan bagi tiap wisatawan yang berkunjung. Masyarakat yang memahami, menghayati, dan mengamalkan sapta pesona wisata di daerah tujuan wisata menjadi harapan semua pihak untuk mendorong pengembangan Kepariwisataan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Samsurijal (1997), peran serta masyarakat dalam pembangunan Kepariwisataan dapat terbina bila masyarakat memahami manfaat Kepariwisataan untuk kepentingan nasional, terutama bagi perbaikan hidup mereka sendiri. Apabila Kepariwisataan dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, serta merata masyarakat akan mendukung pembangunan Kepariwisataan.
Dampak Kepariwisataan
World Tourism Organization (WTO) juga mengidentifikasikan dampak positif Kepariwisataan sebagai berikut: (Suwantoro, 2004:31).
- Meningkatnya permintaan akan produk lokal.
- Memacu pengembangan lokasi atau lahan yang kurang produktif.
- Menstimulasi minat dan permintaan akan produk eksotik dan tipikal dari suatu wilayah/ negara.
- Meningkatkan jumlah dan permintaan akan produk periknan dan laut.
- Mendorong pengembangan wilayah dan penciptaan kawasan ekonomi baru.
- Menghindari konsentrasi penduduk penyebaran aktivitas ekonomi.
- Penyebaran infrastruktur ke pelosok wilayah.
- Manajemen pengelolaan sumber daya sebagai sumber pendapatan bagi otoritas lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Andi, Handoko. 2004. Kajian Potensi Obyek Wisata Pantai di Wilayah Pesisir Pantai Selatan Kabupaten Kebumen.
Dinas Kepariwisataan Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun. 2014.
Dinas Kepariwisataan Kabupaten Provinsi Bengkulu Selatan Tahun. 2014.
Fauziah. 2007. Jendela Pariwisata. Kesaint Blnac. Bandung.
Muljadi. A.J. 2010. Kepariwisataan dan Perjalanan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Pendit, Nyoman. S. 1994. Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Samsurijal. 1997. Ekonomi Pariwiata. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Soekadijo. 2000. Anatomi Pariwista. Jakarta : Gramedia.
Spilane. J.J. 1987. Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta, Kanisius.
Soin, 2012. Sosiologi Pariwisata. Andi. Yogyakarta.
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. ANDI. Yogyakarta.
Yoeti, A. Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata, Penerbit Angkasa. Bandung.